26 August 2013

Syarat Beriman

Iman yang terhunjam di lubuk hati kita, merupakan anugrah tertinggi yang kita terima dari Allah subhanahu wa ta’ala. Eksistensi iman kita selalu berada dalam kondisi labil atau naik turun. Dari itu, sebagai rasa syukur, setiap pribadi mukmin harus senantiasa berupaya meningkatkan kualitas iman lewat ilmu dan amal sholeh. Dengan itu kita bisa semakin merasa dekat dengan Allah Ta’ala dan kebersertaan-Nya dalam setiap gerak dan langkah kita.

Syarat Diterimanya Iman

Sebagai suatu keyakinan, iman merupakan sesuatu yang “abstrak”. Namun keberadaannya di dalam hati dapat kita rasakan. Iman bukan sebatas keyakinan semata. Agar pernyataan beriman kita dapat diterima di sisi Allah, kita harus membuktikan yang diimplementasikan melalui sikap mental dan aktivitas hidup keseharian.
Menyikapi hal tersebut, menurut interpretasi Ulama yang disarikan dari sejumlah ayat Al-Qur’an dan Al-Hadits dikemukakan, setidaknya ada 6 (enam) syarat untuk berterimanya pernyataan beriman di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Syarat yang dimaksud dapat diformulasikan sebagai berikut:

    1.      Al-Yaqin (Keyakinan)
Keyakinan yang mapan tanpa dicemari keraguan tentang keberadaan rukun iman. Berbekal keyakinan ini, kita dapat senantiasa bersikap tegar dalam mengarungi pergulatan hidup dan berpihak kepada Allah dalam setiap keputusan yang diambilnya.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat : 15)

    2.      At-Taslim (Kepasrahan)
Bersikap pasrah dan berserah diri, menerima dengan keridhaan hati segala sesuatu yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya baik hal yang terkait dengan wawasan aqidah, syari’ah, mu’amalah dan sebagainya.
Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.” (QS. Ali Imran : 83)

    3.      As-Sam’u Wa Ath-Tho’ah (Dengar dan Patuh)
Kesiapan diri untuk mendengar semua seruan Allah dan Rasul-Nya serta kebulatan hati untuk mematuhi-Nya. Baik seruan itu bersifat perintah yang perlu dilaksanankan, maupun larangan yang harus dihindari.
“Sesungguhnya  jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. An-Nuur : 51)

    4.      Ittiba’u Al-Minhaj (Mengikuti Methode)
Kesiapan diri mengikuti sepenuhnya sistem, methode dan aturan yang diundangkan Allah dan Rasul-Nya dalam merealisasikan syari’at Allah. Kita harus “haqq al-yaqin” bahwa tidak ada satu aturan hidup yang paling baik yang mampu menyelamatkan dan mensejahterakan kehidupan manusia selain sistem hidup yang diundangkan Allah subhanahu wa ta’ala.
“Kemudian Kami  jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS. Al-Jaatsiyah : 18)

    5.      ‘Adam Al-Haraj (Tanpa Rasa Keberatan)
Tidak sedikitpun merasa keberatan di hati dalam merealisasikan hukum-hukum Allah. Undang-undang yaang diciptakan Allah merupakan yang terbaik dari semua aturan yang dibuat manusia.
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa’ : 65)

    6.      ‘Adam Al-Khiyaroh (Tidak Memiliki Pilihan Lain)
Tidak adanya keinginan untuk memilih aturan lain sepanjang permasalahan tersebut telah ada ditetapkan Allah dan Rasul-Nya.
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. Al-Ahzab : 36)



-Muhammad Farkhan-

0 komentar:

Post a Comment