06 July 2014

9 Juli

Bulan Ramadhan tahun ini memang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, dimana pada bulan yang suci ini juga akan diselenggarakan pesta pora & pesta besar-besaran “bagi mereka yang merayakan.”
Ya.., itulah pesta demokrasi yang jatuh pada tanggal 9 Juli 2014 (7 Ramadhan 1435 H)

Jujur, saya sedikit kurang merasa nyaman atas momen yang entah disengaja atau tidak ini bisa terjadi, pasalnya pada bulan Ramadhan ini yang harusnya dapat menjadikan ajang dalam meningkatkan keimanan hingga mencapai pada tingkatan taqwa (QS. 2 : 183), namun sayang, harus dibarengi dengan kampanye-kampanye yang tidak sehat, saling menjatuhkan dan menikam sehingga mencerminkan buruknya perpolitikan di negeri kita tercinta ini. Kita masih pragmatis -__- cara mikirnya ndesoo...

Memang memilih seorang pemimpin itu wajib hukumnya, tapi harus melalui dua perkara, yakni karakteristik pemimpin (person) dan sistem yang akan dibawanya.

Mengenai personnya, seorang pemimpin haruslah memiliki 7 syarat, yakni ; Islam, laki-laki, baligh, berakal sehat, merdeka dari perbudakan, memsiliki keadilan, dan mampu mengemban tugas-tugas dan tanggung jawab sebagai kepala negara. Jika salah satu dari syarat tersebut tidak terpenuhi, maka tidak dia layak menjadi pemimpin.

Sedangkan pada sistem yang akan dibawa, seorang pemimpin haruslah menerapkan hukum-hukum Islam (syariah) karena itu adalah kriteria pemimpin dalam Islam. Jika tidak, ya sama saja nggak ada kriteria yang pas untuk memimpin, dan inilah yang terjadi pada kedua pasangan capres. Tak ada yang berani terang-terangan nerapin syariah, toh kalaupun ada paling cuma orang-orang yang ada dibelakang capres tersebut ataupun simpatisan. Lantas muncul pertanyaan, hla emang yang hidup di Indonesia orang Islam semua? Emang Indonesia negara Islam? Kan kita berBhinneka..

Tenang.. Iya, memang negara kita ini kaya, plural dari agama, suku, hingga budaya. Bukan berarti hukum Islam hanya untuk dan berpihak kepada muslim, namun seluruh alam (rahmatan lil alamin), justru saudara-saudara kita yang non muslim ini malah dilindungi, ibadah monggo dipersilahkan nggak ada rasa was-was sama sekali, nggak ada yang namanya kekerasan, nggak ada yang namanya intimidasi, bener-bener dilindungi dan diberikan haknya penuh tanpa dikurangi sedikitpun. Bandingkan dengan sekarang yang tak menerapkan syariah?! Hmmm you know this country so well..

Namun balik lagi, sebagai seorang muslim, menentukan sebuah pendirian sangatlah penting. Karena ini berkaitan dengan tindakan/perilaku seseorang yang mana dari setiap tindakan/perilaku tersebut pasti akan diminta pertanggung jawaban kelak pada hari yang tiada keraguan didalamnya.

Tentunya sebelum bertindak seseorang haruslah ngerti dan paham atas apa yang dilakukannya atau dengan kata lain seseorang harus memiliki pengetahuan atas apa yang menjadi pilihan hidupnya. Yang ada sekarang ini malah membebek.

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (TQS Al-Isra’ [17] : 36)

Pengetahuan harus menjadi dasar atau landasan seseorang dalam mengambil keputusan berdasarkan fakta yang berkaitan dalam berbagai perkara aspek kehidupan, termasuk dalam perkara pemilihan presiden.

Dalam memilih seorang pemimpin biasanya dilatar belakangi oleh rasa suka atau tidak suka, baik ataupun buruk, terpuji ataupun tercela menurut pendapat. Padahal ini salah, seorang muslim dalam menilai hal tersebut harus kembali pada aturan syara’. Kenapa harus gitu? Bukannya manusia sendiri yang dapat merasakan atas pilihannya? Memang manusia itu sendiri yang merasakan atas apa yang dikerjakannya, tapi harus sama-sama diketahui, apa yang menurut kita baik belum tentu disisi-Nya baik pula hlo..

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”(TQS Al-Baqarah [2]: 216)

Ya, artinya memang dalam penentuan manfaat haruslah kembali pada penilaian syariah, yang mana hanya Dia-lah yang maha mengetahui atas segala kondisi yang ada pada diri manusia yang sangat dhaif ini.

Terkadang seseorang menentukan pendirian karena mengikuti seseorang dengan anggapan kalaupun keliru maka dosanya ditanggung oleh pemimpin atau orang yang diikuti itu. Nah, ini semakin ngawur dan jelas salah, padahal tidak demikian ketika di akhirat kelak. Setiap orang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri-sendiri, meski pemimpin dan orang yang diikuti itu tanggungjawabnya tentu lebih besar.

Jadi jikalau mengikuti pendapat haruslah kepada orang-orang yang memiliki keilmuan, pengetahuan, ketaqwaan serta kesalehannya, sehingga tiada alasan untuk menjadikan syariah terdepan bukan malah ikut-ikutan penilaian dunia.

Islam telah jelas dan gamblang memberikan aturan-aturan dalam memilih calon pemimpin, namun ini semua kembali pada diri kita masing-masing. Apakah syariah itu dijadikan pegangan yang harus diperjuangkan ataukah malah memperjuangkan yang lain. Namun perlu diingat, apa yang dilakukan di dunia ini akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah termasuk dalam menentukan pilihan. Hati-hati ya.. :)

“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (TQS Yasin [36] : 12)

Kemudian pada saat tiba hari yang tiada keraguan didalamnya kelak akan diungkap yang sebenar-benarnya tiada satupun yang bisa mengelak dan menyembunyikannya.

“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (TQS Yasin [36] : 65)

Saya sih berharap semoga kita umat muslim segera sadar, merubah cara berpikir atas sistem yang salah ini, yang membuat kita semakin jauh dari Islam, dan dibentuk agar menjadi pribadi yang sekuler padahal kita sejatinya memiliki gelar khairu ummah namun saat ini kita bagaikan buih di lautan yang terombang-ambing tanpa tujuan yang jelas.

Sekali lagi, ini tidak berlaku hanya untuk umat Islam dan tidak menyudutkan ataupun menyingkirkan umat yang lain, tetapi ini demi seluruh umat manusia yang ingin benar-benar merdeka dari penjajahan, dari perang pemikiran (Ghazwul Fikri).

Semoga Allah menjadikan kita golongan orang-orang yang senantiasa mencari petunjuk dari-Nya seraya berharap ridha-Nya hingga dapat selamat di akhirat kelak.. Wallâh a’lam bi ash-shawâb.

0 komentar:

Post a Comment