Bulan Ramadhan tahun ini memang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya,
dimana pada bulan yang suci ini juga akan diselenggarakan pesta pora &
pesta besar-besaran “bagi mereka yang merayakan.”
Memang memilih seorang pemimpin itu wajib hukumnya, tapi harus melalui dua perkara, yakni karakteristik pemimpin (person) dan sistem yang akan dibawanya.
Ya, artinya memang dalam penentuan manfaat haruslah kembali pada penilaian syariah, yang mana hanya Dia-lah yang maha mengetahui atas segala kondisi yang ada pada diri manusia yang sangat dhaif ini.
Terkadang seseorang menentukan pendirian karena mengikuti seseorang dengan anggapan kalaupun keliru maka dosanya ditanggung oleh pemimpin atau orang yang diikuti itu. Nah, ini semakin ngawur dan jelas salah, padahal tidak demikian ketika di akhirat kelak. Setiap orang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri-sendiri, meski pemimpin dan orang yang diikuti itu tanggungjawabnya tentu lebih besar.
Kemudian pada saat tiba hari yang tiada keraguan didalamnya kelak akan diungkap yang sebenar-benarnya tiada satupun yang bisa mengelak dan menyembunyikannya.
“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (TQS Yasin [36] : 65)
Saya sih berharap semoga kita umat muslim segera sadar, merubah cara berpikir atas sistem yang salah ini, yang membuat kita semakin jauh dari Islam, dan dibentuk agar menjadi pribadi yang sekuler padahal kita sejatinya memiliki gelar khairu ummah namun saat ini kita bagaikan buih di lautan yang terombang-ambing tanpa tujuan yang jelas.
Sekali lagi, ini tidak berlaku hanya untuk umat Islam dan tidak menyudutkan ataupun menyingkirkan umat yang lain, tetapi ini demi seluruh umat manusia yang ingin benar-benar merdeka dari penjajahan, dari perang pemikiran (Ghazwul Fikri).
Semoga Allah menjadikan kita golongan orang-orang yang senantiasa mencari petunjuk dari-Nya seraya berharap ridha-Nya hingga dapat selamat di akhirat kelak.. Wallâh a’lam bi ash-shawâb.
Ya.., itulah pesta demokrasi yang jatuh pada tanggal 9 Juli 2014 (7
Ramadhan 1435 H)
Jujur, saya sedikit kurang merasa nyaman atas momen yang entah disengaja
atau tidak ini bisa terjadi, pasalnya pada bulan Ramadhan ini yang harusnya dapat
menjadikan ajang dalam meningkatkan keimanan hingga mencapai pada tingkatan taqwa
(QS. 2 : 183), namun sayang, harus dibarengi dengan kampanye-kampanye yang
tidak sehat, saling menjatuhkan dan menikam sehingga mencerminkan buruknya perpolitikan di negeri kita tercinta
ini. Kita masih pragmatis -__- cara mikirnya ndesoo...
Memang memilih seorang pemimpin itu wajib hukumnya, tapi harus melalui dua perkara, yakni karakteristik pemimpin (person) dan sistem yang akan dibawanya.
Mengenai personnya, seorang
pemimpin haruslah memiliki 7 syarat, yakni ; Islam, laki-laki, baligh, berakal
sehat, merdeka dari perbudakan, memsiliki keadilan, dan mampu mengemban
tugas-tugas dan tanggung jawab sebagai kepala negara. Jika salah satu dari
syarat tersebut tidak terpenuhi, maka tidak dia layak menjadi pemimpin.
Sedangkan pada sistem yang akan dibawa, seorang pemimpin haruslah
menerapkan hukum-hukum Islam (syariah) karena itu adalah kriteria pemimpin
dalam Islam. Jika tidak, ya sama saja nggak ada kriteria yang pas untuk
memimpin, dan inilah yang terjadi pada kedua pasangan capres. Tak ada yang berani terang-terangan nerapin syariah, toh kalaupun ada paling cuma orang-orang yang ada dibelakang capres tersebut ataupun simpatisan. Lantas muncul pertanyaan, hla emang yang hidup di Indonesia orang
Islam semua? Emang Indonesia negara Islam? Kan kita berBhinneka..
Tenang.. Iya, memang negara kita ini kaya, plural dari agama, suku, hingga
budaya. Bukan berarti hukum Islam hanya untuk dan berpihak kepada muslim, namun
seluruh alam (rahmatan lil alamin), justru saudara-saudara kita yang non muslim
ini malah dilindungi, ibadah monggo dipersilahkan nggak ada rasa was-was sama
sekali, nggak ada yang namanya kekerasan, nggak ada yang namanya intimidasi,
bener-bener dilindungi dan diberikan haknya penuh tanpa dikurangi sedikitpun.
Bandingkan dengan sekarang yang tak menerapkan syariah?! Hmmm you know this country
so well..
Namun balik lagi, sebagai seorang muslim, menentukan sebuah pendirian
sangatlah penting. Karena ini berkaitan dengan tindakan/perilaku seseorang yang
mana dari setiap tindakan/perilaku tersebut pasti akan diminta pertanggung
jawaban kelak pada hari yang tiada keraguan didalamnya.
Tentunya sebelum bertindak seseorang haruslah ngerti dan paham atas apa
yang dilakukannya atau dengan kata lain seseorang harus memiliki pengetahuan
atas apa yang menjadi pilihan hidupnya. Yang ada sekarang ini malah membebek.
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu
tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan
dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (TQS Al-Isra’ [17] : 36)
Pengetahuan harus menjadi dasar atau landasan
seseorang dalam mengambil keputusan berdasarkan fakta yang berkaitan dalam
berbagai perkara aspek kehidupan, termasuk dalam perkara pemilihan presiden.
Dalam memilih seorang
pemimpin biasanya dilatar belakangi oleh rasa suka atau tidak suka, baik
ataupun buruk, terpuji ataupun tercela menurut pendapat. Padahal ini salah, seorang
muslim dalam menilai hal tersebut harus kembali pada aturan syara’. Kenapa
harus gitu? Bukannya manusia sendiri yang dapat merasakan atas pilihannya?
Memang manusia itu sendiri yang merasakan atas apa yang dikerjakannya, tapi
harus sama-sama diketahui, apa yang menurut kita baik belum tentu disisi-Nya
baik pula hlo..
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan
boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”(TQS Al-Baqarah [2]: 216)Ya, artinya memang dalam penentuan manfaat haruslah kembali pada penilaian syariah, yang mana hanya Dia-lah yang maha mengetahui atas segala kondisi yang ada pada diri manusia yang sangat dhaif ini.
Terkadang seseorang menentukan pendirian karena mengikuti seseorang dengan anggapan kalaupun keliru maka dosanya ditanggung oleh pemimpin atau orang yang diikuti itu. Nah, ini semakin ngawur dan jelas salah, padahal tidak demikian ketika di akhirat kelak. Setiap orang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri-sendiri, meski pemimpin dan orang yang diikuti itu tanggungjawabnya tentu lebih besar.
Jadi jikalau mengikuti pendapat haruslah kepada orang-orang yang memiliki
keilmuan, pengetahuan, ketaqwaan serta kesalehannya, sehingga tiada alasan
untuk menjadikan syariah terdepan bukan malah ikut-ikutan penilaian dunia.
Islam telah jelas dan gamblang memberikan aturan-aturan dalam memilih calon
pemimpin, namun ini semua kembali pada diri kita masing-masing. Apakah syariah
itu dijadikan pegangan yang harus diperjuangkan ataukah malah memperjuangkan
yang lain. Namun perlu diingat, apa yang dilakukan di dunia ini akan
dipertanggungjawabkan dihadapan Allah termasuk dalam menentukan pilihan. Hati-hati
ya.. :)
“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa
yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala
sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (TQS Yasin [36] : 12)Kemudian pada saat tiba hari yang tiada keraguan didalamnya kelak akan diungkap yang sebenar-benarnya tiada satupun yang bisa mengelak dan menyembunyikannya.
“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (TQS Yasin [36] : 65)
Saya sih berharap semoga kita umat muslim segera sadar, merubah cara berpikir atas sistem yang salah ini, yang membuat kita semakin jauh dari Islam, dan dibentuk agar menjadi pribadi yang sekuler padahal kita sejatinya memiliki gelar khairu ummah namun saat ini kita bagaikan buih di lautan yang terombang-ambing tanpa tujuan yang jelas.
Sekali lagi, ini tidak berlaku hanya untuk umat Islam dan tidak menyudutkan ataupun menyingkirkan umat yang lain, tetapi ini demi seluruh umat manusia yang ingin benar-benar merdeka dari penjajahan, dari perang pemikiran (Ghazwul Fikri).
Semoga Allah menjadikan kita golongan orang-orang yang senantiasa mencari petunjuk dari-Nya seraya berharap ridha-Nya hingga dapat selamat di akhirat kelak.. Wallâh a’lam bi ash-shawâb.
0 komentar:
Post a Comment